WEST PAPUAN, Seorang besar adalah seseorang yang memiliki kualitas-kualitas yang membuatnya paling mampu melayani kebutuhan-kebutuhan besar sosial pada zamannya, kebutuhan-kebutuhan yang muncul sebagai akibat dari sebab-sebab umum dan sebab-sebab khusus. Dalam bukunya mengenai pahlawan dan penyanjungan-pahlawan, Carlyle menyebut orang-orang besar sebagai pelopor. Itu adalah penjelasan yang tepat. Seorang figur yang besar adalah pelopor karena dia melihat lebih jauh daripada orang lain dan menghendaki sesuatu lebih kuat daripada yang lainnya. Dia menyelesaikan problem-problem ilmiah yang dikedepankan oleh proses perkembangan intelektual yang sebelumnya; dia menunjukkan kebutuhan-kebutuhan sosial baru yang diciptakan oleh perkembangan hubungan sosial sebelumnya; dia mengambil inisiatif untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial tersebut. Dia adalah seorang pahlawan. Tetapi dia adalah seorang pahlawan bukan dalam artian bahwa dia dapat menghentikan atau mengubah jalannya peristiwa, tetapi dalam artian bahwa aktivitas-aktivitasnya adalah ekspresi sadar dan bebas dari jalannya peristiwa yang tidak terelakkan dan tidak disadari. Di sinilah terletak semua signifikansinya; di sinilah terletak semua kekuatannya. Tetapi signifikansi tersebut amat besar, dan kekuatannya sangat kuat;
Perubahan ini tidak pernah terjadi “dengan sendirinya”; perubahan selalu membutuhkan campur-tangan manusia-manusia yang, kemudian, dihadapkan pada masalah-masalah sosial yang besar. Dan manusia-manusia inilah yang melakukan lebih banyak ketimbang yang lain dalam mengarahkan jalan keluar bagi masalah-masalah sosial tersebut, dan manusia-manusia tersebut disebut orang-orang besar;
Dan lapangan tersebut bukan hanya untuk “kaum pelopor”, bukan hanya untuk “orang-orang besar”. Lapangan aktivitas yang luas ini terbuka. Lapangan itersebut terbuka untuk siapapun yang punya mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, dan hati untuk mengasihi tetangganya. Konsep besar adalah sebuah konsep yang relatif. Dalam pengertian etika, setiap manusia, meminjam frase Kitab Suci, "yang mengorbankan nyawanya untuk kawannya"' adalah seorang yang besar.
Ini hanya cerita yang sangat pendek
tentang seorang kawan
yang, setelah peristiwa itu
hanya sekali bertemu lagi
dalam mimpi
Islaw
dulunya penarik becak-motor
lulusan SMP
rajin baca dan olah raga
Ia
lugas, tanpa tedeng aling-aling
bila mengritik kawan
terutama dalam rapat
banyak yang tidak suka
aku pun pernah dikritiknya, saat melamun mengingat anakku
"Buat lah anak kau bangga dengan konsentrasi mengalahkan musuh.
Jangan borjuis," katanya
terutama Atin, teman seregunya, sangat membencinya—Atin pernah bercerita tentangnya
Atin sering dikritik karena suka menjilat komandan kompi
(lain kali aku akan menceritakan tentang Atin)
ia tahu Atin membencinya
Ia
suka humor-mengejek
aku suka saat dia menertawakan komandan,
dan komandan tahu itu
(mungkin humor-mengejeknya seperti Camilo Cienfuegos. Tapi Camilo bisa sampai ke taraf Comandante, Islaw tidak)
tapi kebencian kawan-kawan menutup humornya,
tak mampu membuat kawan-kawan tertawa
aku satu-satunya yang terbahak-bahak
Ia
dalam formasi baru
diikutkan menyerang markas musuh
kami, ia, Atin, dan aku, satu regu, berdekatan
pertempuran 3 jam belum selesai, padahal diperkirakan paling lama hanya 1 jam
musuh dapat bantuan pesawat pembom
kawan intelejen salah menaksir kekuatan senjata musuh, terutama lemparan-lemparan granat dari balkon
granat menghampiri dan jatuh di depan Atin dan aku
ia loncat dan menangkup granat
dada dan perutnya memburai, sebagian tangannya jatuh ke dekatku
Atin selamat, aku selamat, satu untuk dua
kami menang, namun harus tergesa mundur
Ia
dimakamkan tangannya saja, yang kubawa
saat pemakaman
ada bagian kawan-kawan boleh bercerita tentangnya
semua memuji-mujinya
dan aku tak bercerita
khawatir ceritaku sama nilainya dengan cerita kawan-kawan.
Satu untuk dua?
Dua belum tentu lebih berharga dari satu.
[ Danial Indrakusuma ]